nirlan Wed Apr 07, 2010 7:09 pmBilqis dan Fikri adalah contoh baIita yang kurang beruntung, karena kedua bocah itu menderita penyakit yang jarang ditemui, yaitu atresia bilier sehingga menyebabkan perut mereka membesar dan kulit menguning. Mahalnya pengobatan untuk menyembuhkan penyakit itu membuat sang ibu berpikir kritis. lbu Bilqis misalnya, dia menggalakan program "Koin Cinta Bilqis" untuk kesembuhan buah hatinya. Pasalnya orang tua Bilqis berpenghasilan pas-pasan. Usaha sang ibu membuahkan hasil. Kini Bilqis akan menjalani pengobatan di RS Kariadi Semarang. Tidak jauh berbeda, ibu Fikri mencoba cara yang sama dengan mengumpulkan dana dari para penjenguk Fikri, walaupun hanya menggunakan kaleng susu bekas, namun dana yang didapat belum mencapai target sehingga Fikri belum bisa berobat dengan sepenuhnya dan menjalani operasi seperti Bilqis. Fikri masih menanti uluran tangan dari dermawan.
Dua kisah tadi merupakan salah satu potret layanan kesehatan di Indonesia, warga miskin dan berpenghasilan kurang sering dibedakan dan tidak ditangani dengan maksimal sebagaimana orang-orang yang berpenghasilan menengah ke atas. Berkali-kali pemerintah mencanangkan subsidi seperti Jamkesmas, surat miskin, BLT, dan lain-lain. Namun sepertinya program ini belum berjalan secara optimal karena banyaknya kendala, seperti masalah pendistribusian atau ketidaktahuan masyarakat bawah tentang program tersebut. Tentu saja tidak ada yang bisa disalahkan sepenuhnya dalam hal ini.
Harapan saya, agar pemerintah (khususnya aparat kesehatan) lebih memperhatikan rakyat kecil, meningkatkan SDM dan memberi penyuluhan adalah beberapa cara yang bisa digunakan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas bagi kemajuan bangsa. Agar kejadian seperti Fikri dan Bilqis yang kesulitan mencari dana dalam berobat tidak sering terulang, karena adanya uluran tangan pemerintah yang senantiasa membantu warganya yang kurang beruntung dan mengalami kesulitan ekonomi. Kesehatan mahal harganya, bahkan lebih berharga daripada harta.
Dua kisah tadi merupakan salah satu potret layanan kesehatan di Indonesia, warga miskin dan berpenghasilan kurang sering dibedakan dan tidak ditangani dengan maksimal sebagaimana orang-orang yang berpenghasilan menengah ke atas. Berkali-kali pemerintah mencanangkan subsidi seperti Jamkesmas, surat miskin, BLT, dan lain-lain. Namun sepertinya program ini belum berjalan secara optimal karena banyaknya kendala, seperti masalah pendistribusian atau ketidaktahuan masyarakat bawah tentang program tersebut. Tentu saja tidak ada yang bisa disalahkan sepenuhnya dalam hal ini.
Harapan saya, agar pemerintah (khususnya aparat kesehatan) lebih memperhatikan rakyat kecil, meningkatkan SDM dan memberi penyuluhan adalah beberapa cara yang bisa digunakan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas bagi kemajuan bangsa. Agar kejadian seperti Fikri dan Bilqis yang kesulitan mencari dana dalam berobat tidak sering terulang, karena adanya uluran tangan pemerintah yang senantiasa membantu warganya yang kurang beruntung dan mengalami kesulitan ekonomi. Kesehatan mahal harganya, bahkan lebih berharga daripada harta.
